Social Criticism in "Marlina: The Murderer in Four Acts"
It's been a very long time I want to watch this movie since I know it
was played by Marsha Timothy and
also have won many awards. Thanks God kemarin akhirnya
sempat nonton dan perasaan saya campur aduk antara puas, kagum, bangga, dan
juga miris. Makanya saya jadi terdorong untuk membahas salah satu film terbaik
karya anak bangsa ini dalam blog saya untuk menjelaskan perasaan setelah
menikmatinya. Saya berani bilang film ini merupakan salah satu film terbaik
karya anak bangsa karena berhasil secara kritis mengangkat isu inferioritas
kaum wanita yang sampai saat ini (terutama daerah pelosok luar pulau Jawa)
masih menjadi korban superioritas kaum pria. Penyampaian maknanya terasa relate dan
ringan melalui dark jokes dan alur yang tidak membosankan
meskipun tergolong berjalan lambat karena kerap kali menampilkan suasana
keheningan yang mencekam.
Sekilas info dulu, film ini disutradarai oleh Mouly Surya dan ditayangkan di bioskop tahun 2017. Pemeran utamanya yakni Marsha Timothy (Marlina), Dea Panendra (Novi), Yoga Pratama (Franz), dan Egi Fedly (Markus). Sejak penayangan perdananya, film ini berhasil mendapatkan berbagai nominasi dan penghargaan baik di dalam maupun luar negeri termasuk mewakili Indonesia dalam nominasi Oscar tahun 2019 Best Foreign Language Film category!!! Kickass, men. Mengambil latar di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur, adalah salah satu hal menarik dari film ini untuk saya pribadi karena ingin melihat bagaimana budaya serta suasana disana. Berbeda dengan yang disajikan dalam film Susah Sinyal-nya Ernest Prakasa yang menampilkan sisi cantik pariwisata pantai Sumba, di film Marlina kita menyaksikan sisi Sumba yang dipenuhi sabana kering nan sepi sehingga jauh dari kata mewah justru menambah ketegangan suasana.
<<SPOILER ALERT>>
Menyajikan alur cerita dengan membaginya dalam 4 babak seolah menulis sajak dalam 4 bait. Begitulah kisah Marlina dimulai pada babak pertama dengan kedatangan seorang pria tua bernama Markus yang merupakan bos kelompok perampok yang ingin merampas kekayaan rumah Marlina yang notabene seorang janda. Oleh karena keterbatasan biaya, mumi suaminya tidak sanggup dikubur dengan layak tetapi hanya diletakkan dalam posisi duduk di ruang tamu terbungkus selimut, sudah terlihat seperti patung saja. Semua hewan ternak yang menjadi harta kekayaannya dirampas habis, belum lagi para perampok juga tidak tahu diri minta dibuatkan makan malam, yang paling parah dan memprihatinkan lagi adalah Marlina juga turut diperkosa.
"Lenyapnya perikemanusiaan dalam
kegalauan sosial yang busuk berarti pula tipisnya kepribadian, bukan saja
sebagai bangsa, tetapi juga sebagai individu." -- Pramoedya Ananta
Toer
Hal yang membuat saya bangga dan kagum adalah sifat berani dan kuat yang ada dalam tokoh Marlina. Marlina berani melawan dan membunuh seluruh pria-pria perampok tersebut tidak secara gegabah tetapi pelan dan yakin, menggambarkan secara implisit kekuatan feminisme wanita Sumba. Kepala Markus dibacok dengan parang sampai menggelinding saat tengah memperkosa dirinya, para perampok yang lain dibunuh dengan racun lewat hidangan makan malam, tetapi ada 2 orang yang belum terbunuh langsung saat itu juga.
Babak kedua melanjutkan cerita dari babak pertama yang diawali dengan adegan Marlina berjalan membawa kepala Markus yang terpampang nyata sehingga kengerian dan bau busuk semakin menyelimuti aura dirinya. Babak kedua ini adalah porsi khusus untuk cerita perjalanan Marlina menuju kantor polisi karena ingin melaporkan kasus yang baru menimpanya. Beberapa menit berlalu, muncul tokoh Novi yang merupakan wanita kenalan Marlina yang sedang mengandung 10 bulan. Novi dan Marlina menaiki sebuah truk yang kemudian mengantar mereka menuju kantor polisi. Dengan pengambilan adegan melalui wide angle kita bisa menilai bahwa kendaraan masih sangat jarang ditemui di Sumba, jalan yang juga berlika-liku penuh tanjakan dan terlihat kering menggambarkan kata kemakmuran masih jauh untuk dirasakan masyarakatnya. Saat truk sedang berhenti karena Novi dan Marlina buang air, truk mereka digeledah oleh 2 orang anggota perampok rumah Marlina yang tentu saja mencari Marlina karena telah membunuh bos dan perampok yang lain. Disini Marlina berhasil sembunyi karena dibantu oleh Novi, tetapi akhirnya ia ditinggal begitu saja bersama seekor kuda sebab truk melanjutkan perjalanannya tanpa Marlina. Hal lain yang juga saya sukai dari film ini adalah nyanyian berbahasa Sumba diiringi instrumen petik semacam ukulele (it's called jungga in local language) yang dimainkan oleh Markus the Headless Corpse.
Babak ketiga dimulai dengan adegan iconic dari film ini yakni Marlina yang menunggangi kuda di jalanan sepi seorang diri dengan kepala Markus yang dicantelkan pada kudanya. Babak ini memfokuskan apa yang terjadi pada Marlina sesampainya di kantor polisi. Sebelum melapor kepada petugas, Marlina mampir di sebuah warung makan sehingga penonton diperkenalkan dengan tokoh Topan si anak perempuan pramusaji warung tersebut.
Marlina : Sapa ko nama?
Topan : Sa nama Topan
Marlina : Sama dengan nama anak mama,
tapi anak po mama laki-laki
Topan : Sa dikasih nama Topan supaya
sa kuat kayak anak laki-laki
Setelah makan di warung Topan, Marlina lalu memasuki kantor polisi. Tidak langsung dilayani, Marlina harus menunggu para petugas polisi bermain pingpong terlebih dahulu. Saat sudah akhirnya dipersilakan membuat pengakuan, Marlina diberi pertanyaan berbau skeptis dari petugas tentang pengakuan pemerkosaan yang dialaminya. Sungguh cara menyindir yang pintar terhadap apa yang sering terjadi di masyarakat soal pelayanan kasus-kasus pelecehan seksual.
Polisi : Untuk proses laporan ko, kita perlu olah TKP
Marlina : Kapan?
Polisi : Hari ini belum ada
kendaraan, mungkin besok atau lusa, atau ko bisa tinggal nomer telefon
Marlina : Terus memana yang 2 lai?
Polisi : Untuk laporan pemerkosaan
kita perlu lakukan fisum, tapi belum ada dananya, tunggu dari pemerintahan.
Kecuali nona ada dana dan polisi sendiri biar bisa bergerak cepat, kita perlu
bukti
Ternyata pengakuan dan kedatangannya kepada polisi terbilang sia-sia. Marlina akhirnya duduk kembali di warung Topan sambil menangis, ia menjadi salah satu korban dari ketidakadilan dunia.
Di babak terakhir, supir dari truk yang sebelumnya ditumpangi Marlina terlihat sudah dibunuh dan sedang dikubur oleh salah seorang dari 2 perampok rumah Marlina. Perampok yang bernama Franz yang sedang menjaga penumpang truk sedang bernyanyi ketika ponsel Novi berbunyi karena umbunya (suaminya) menelpon. Franz lalu merebut ponsel Novi dan memutus percakapan mereka dengan membuat fitnah yang menimbulkan salah paham bahwa Novi sedang berselingkuh dengannya. Novi kemudian meneriaki Franz, lalu dengan dibantu penumpang truk lainnya Franz dipukul dan truk berhasil dibawa kabur.
Novi diantar pulang menuju tempat dimana umbunya sudah menunggu. Tidak jauh berbeda dengan nasib Marlina, Novi pun mengalami hal diskriminasi serupa, terlebih perlakuan kekerasan didapatnya dari umbunya sendiri. Penyebabnya adalah karena umbunya terlanjur cemburu dengan mempercayai perkataan Franz, selain karena bayi yang dikandung Novi tidak lahir-lahir.
Umbu : Kenapa tidak lahir juga?
Novi : Sa bukan dokter, bukan bidan,
ko pikir tu anak bisa kasih kabar sms kasih tau jam berapa dia lahir? Ko
berhenti sa to cerita. Ini lebih penting, Umbu......
Umbu : Anak ko sungsang makannya
tidak mau lahir dia!
Novi : Tidak sungsang, jangan ko
pikir begitu!
Umbu : Sa capek cari uang, Novi. Ko
tidak tau jika ko nafas. Pikir ko tidur dengan orang lain
Novi : Ko masih pikir begitu? Ko
masih percaya, Umbu?! Jangan bodoh, Umbu! (Adegan selanjutnya Novi ditampar
umbunya sampai jatuh tersungkur di tanah kering yang berbatu)
Umbu : Ko berani he?! Berani ko?!
Novi : He Umbu! Sumpah, demi Tuhan sa
tidak tidur dengan laki-laki lain!
Umbu : Kalo begitu ko kasih lahir tu
anak sekarang! Sekarang!
Novi : Bodoh, mati kau!
Umbu meninggalkan Novi begitu saja. Kemudian datanglah Franz saat ponsel Novi berbunyi karena Marlina menghubunginya. Franz menyandera Novi di rumah Marlina karena ingin Marlina membawakan kembali kepala Markus. Marlina kemudian kembali ke rumahnya dengan memberikan kepala Markus kepada Franz untuk dipasang kembali di tubuh Markus. Setelah itu Franz minta dimasakkan makan malam, kali ini Novi yang memasakkannya sementara Marlina dibawa ke kamar tidur untuk diperkosa. Novi yang mendengar Marlina berteriak kesakitan masuk dengan membawa parang dan memenggal kepala Franz sampai menggelinding sama seperti yang terjadi pada Markus. Persis setelahnya, Novi melahirkan anaknya dibantu Marlina dan mereka berdua menangisi malam yang haru namun penuh darah itu.
..
Penggambaran dan pengembangan karakter tiap tokoh utamanya benar-benar saya acungi jempol karena terlihat natural dan sesuai porsinya, terlebih menggunakan dialek Sumba yang sangat berciri khas dilakukan dengan cocok oleh tokoh-tokohnya. Nilai feminisme yang diangkat dalam karakter Marlina dan Novi juga sungguh terasa memupuk persahabatan akibat adanya perasaan senasib sepenanggungan korban dari kekerasan kaum pria sehingga bisa memberi ikatan yang kuat di akhir cerita. Poin 9.8/10 sepertinya pantas saya berikan untuk menilai film ini karena begitu banyak nilai-nilai penting yang bisa ditangkap setelah menontonnya.
Berkat film ini, saya jadi ngefans dengan Dea Panendra dan Yoga Pratama yang aktingnya ternyata cukup apik untuk saya yang pertama kali menonton film mereka. Oh iya, selain itu saya juga berencana untuk menonton film-film Indonesia lainnya yang juga sarat akan makna dan budaya Indonesia, ini saya bagi list judulnya barangkali ada diantara kalian tertarik untuk ikut menontonnya :
1. "Kucumbu Tubuh Indahku"
Menceritakan kisah kelompok marjinal yang diwakili oleh Arjuno si penari
Lengger Lanang di Banyumas yang kerap menjadi korban dari kepentingan politik
dan penghakiman gender masyarakat.
2. "Ave Maryam"
Mengisahkan pergulatan batin antara nafsu, cinta, dan dosa seorang
biarawati dengan latar vintage di Semarang.
3. "Sekala Niskala"
Menceritakan kisah Tantri dan Tantra anak kembar yang senang dengan folk
Bali tetapi memiliki koneksi tidak selalu nyata karena penyampaian cerita
berupa entah mimpi buruk entah imajinasi berlebih.
..
Kalau ada diantara kalian yang punya list judul film Indonesia dengan nuansa jadul dan banyak maknanya atau yang sinematografinya ciamik boleh drop di comment ya! Karena saya merasa kita harus banyak tahu dan mengapresiasi film-film dalam negeri yang sebenarnya tidak kalah bagus dari film-film luar negeri.
Baik, terima kasih untuk yang sudah mau membaca postingan ini. Semoga hal-hal baik selalu menemukan jalannya untuk datang kepadamu, ya. Sampai jumpa!
Comments
Post a Comment
ngasi komen = ane tau ada yg baca blog ane slain ane